BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi dunia demikian pesat ternyata menyangkut juga dalam
sektor perdagangan. Hal ini terbuktinya diantaranya dalam hal orang menghendaki
segala sesuatu yang menyangkut urusan perdagangan yang bersifat praktis dan
aman serta dapat dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas
pembayarannya.
Dalam hal ini orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa
uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat
pembayaran kontan mau pun sebagai alat pembayaran kredit.
Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau
setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun
pasar uang. (UU No. 7/1992 tentang Perbankan).
Fungsi surat berharga :
a. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang).
b. Sebagai alat untuk memindahkan hal tagih (diperjual belikan dengan
mudah dan sederhana).
c. Sebagai surat bukti hak tagih.
Jenis-jenis
surat berharga:
Ketentuan-ketentuan megenai surat berharga diatur dalam
Buku I titel 6 dan titel 7 KUHD yang berisi tentang :
a. Wesel
b. Surat sanggup
c. Cek
d. Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk
e. Dan lain-lain
1.2 TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Hukum Surat Berharga pada fakultas hukum di Universitas Syiah Kuala dan ingin lebih mengetahui serta mengkaji pengaturan surat
wesel yang hilang beserta kaitannya dengan hak regres.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Terdapat dimanakah aturan mengenai surat wesel
yang hilang?
2. Apa itu hak regres dalam surat wesel?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI WESEL
Menurut para ahli, pengertian wesel antara lain
a. K. ST. Pamoentjak dan Achmad Ichsan
Wesel
adalah surat perintah dari seseorang yang minta dibayarkan kepada seseorang
lain sejumlah yang tersebut dalam surat perintah itu.
b. Abdulkadir Muhammad
c. Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel,
yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit
memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang
tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam
perundang-undangan, tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel.
Tetapi dalam pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel. “Wesel
ialah sejenis surat berharga dan termasuk surat tagihan utang serta merupakan
surat perintah tertulis yang tidak bersyarat dari penandatangan kepada
seseorang/bank (tertarik) untuk membayar tanpa syarat, suatu jumlah uang
tertentu kepada suatu orang atau yang ditunjuk olehnya atau kepada si pembawa”. Dasar hukum wesel
diatur dalam pasal 100 sampai dengan pasal 173 KUHD.
Syarat-syarat
formil bagi suatu wessel diatur dalam pasal 100 KUHD bahwa suatu surat wessel harus memenuhi
hal-hal sebagai berikut:
a. Kata "wesel", disebut
dalam teksnya sendiri dan di istilahkan dalam bahasa surat itu.
b. Perintah tak bersyarat untuk
membayar sejumlah uang tertentu.
c. Nama si pembayar (tersangkut/tertarik)
d. Penetapan hari bayar.
e. Penetapan tempat dimana pembayaran
harus dilakukan.
f. Nama Orang/pihak kepada siapa atau
pihak lain yang ditunjuk olehnya pembayaran harus dilakukan.
g. Tanggal dan tempat ditariknya
surat wesel.
h.
Tanda tangan pihak yang mengeluarkan (penarik).
Kedelapan
syarat tersebut diatas harus selalu tercantum dalam surat wesel. Tidak
dipenuhinya salah satu syarat tersebut maka surat itu tidak berlaku sebagai surat
wesel kecuali dalam hal-hal berikut:
•
Kalau tidak ditetapkan hari
bayarnya maka wesel itu dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya (wesel
tunjuk).
•
Kalau tidak ditetapkan tempat
pembayaran tempat yang ditulis disamping namavtertarik dianggap sebagai tempat
pembayaran dari tempat dimana tertarik berdomisili.
•
Kalau tidak disebutkan tempat
wesel itu ditarik, maka tempat yang disebut disamping nama penarik dianggap
tempat ditariknya wesel itu.
Bagi surat wesel yang penyimpangannya
tidak seperti tersebut diatas, maka surat wesel itu bukan wesel yang sah, dan
pertanggungan jawabnya dibebankan kepada orang yang menandangani surat wesel
itu.
2.2 PEMBAYARAN SURAT WESEL
Yang dimaksud pembayaran disini adalah penyerahan
sejumlah uang yang disebutkan dalam surat wesel oleh tersangkut/akseptan kepada
pemegang surat wesel sebagai pemenuhan prestasi. Pembayaran adalah tujuan akhir
dari surat wesel. Pemegang baru akan mendapatkan pembayaran dalam arti uang
apabila ia datang kepada tersangkut/akseptan pada waktu (hari bayar) yang
ditentukan dalam surat wesel dengan cara menyerahkannya pada
tersangkut/akseptan.
Kendatipun demikian, pemegang wesel dapat memperoleh
uang sebelum hari bayar dengan cara menjual wesel tersebut kepada orang lain
dengan cara endosemen.
Pemegang surat
wesel tidak boleh dipaksa menerima pembayaran sebelum hari bayar (pasal 139
ayat 1 KUHD). Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari pasal 1270 KUHPerdata.
Menurut ketentuan 1270 KUHPerdata, akseptan bebas atau leluasa untuk membayar
sebelum hari bayar, tetapi ia harus memperjanjikannya dengan pemegang secara
khusus.
Dalam KUHD,
akseptan boleh melakukan pembayaran sebelum hari bayar tetapi ia berbuat atas
resiko dan tanggung jawab sendiri. Ini berarti, jika dana belum tersedia pada
akseptan, maka ia membayar dengan dananya sendiri. Akibatnya, ia dianggap bebas
dari kewajiban pembayaran jika yang menerima pembayaran adalah pemegang yang
sah, tetapi jik tidak, maka ia harus melakukan pembayaran kedua kali.
2.3 SURAT WESEL YANG HILANG
Kehilangan surat wesel artinya lenyapnya surat wesel
dari penguasaan pemegangnya diluar kemauannya. Bagi orang yang
kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan
pembayaran atas haknya. Ia masih mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang
diatur dalam KUHD.
Menurut ketentuan KUHD, yaitu pasal 167a dan 167b KUHD.
Pasal 167a menyatakan bahwa “barangsiapa kehilangan suatu surat wesel
yang mana ia dulu adalah pemegangnya, ia pun hanya bisa tagih pembayarannya
dari tertarik, dengan memberikan jaminan untuk waktu selama tiga puluh tahun.”
Pasal 167b menyatakan bahwa “barangsiapa kehilangan suatu surat wesel
yang mana ia dulu adalah pemegangnya dan yang telah harus dibayar pula dan
seberapa perlu telah diproses juga, ia pun hanya bisa melaksanakan hak-haknya
kepada akseptan dan kepada penarik, dengan memberikan jaminan untuk waktu
selama tiga puluh tahun.”
Pemegang yang
kehilangan surat wesel hanya dapat memperoleh pembayaran dari tersangkut atau
akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun. Kehilangan tersebut
harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak
akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak. Adanya
jaminan itu tidak lain untuk melindungi tersangkut atau akseptan dari
kemungkinan membayar dua kali atas surat wesel yang hilang.
2.4 HAK REGRES
Hak regres adalah hak yang
diberikan oleh undang-undang kepada pemegang surat wesel baik karena terjadi
non akseptasi maupun karena terjadi non pembayaran. Yang dimaksud dengan hak regres
adalah hak untuk menagih kepada debitur wesel yang berwajib regres berhubung
karena tersangkut (tertarik) tidak mau meng-akseptasi ketika ditawarkan
akseptasi, atau karena tersangkut (tertarik) tidak membayar ketika dimintakan
pembayaran pada hari bayar. Karena itu pemegang memintakan debitur yang
berwajib regres supaya membayar sendiri surat wesel itu kepada pemegang.
Syarat utama untuk melakukan regres
ialah bahwa si pemegang wesel, harus mengadakan protes penolakan membayar atau
dalam hal wesel yang tidak disetujui, harus mengadakan protes penolakan
akseptasi.
Protes ini harus dilakukan pada
waktunya dalam arti tidak boleh terlambat. Bagi wesel hal ini ditentukan dalam
pasal 152 KUHD yang tenggang ini menunjuk pada pasal 133, pasal 143 dan pasal 145
KUHD yang mengenai tenggang-tenggang untuk minta akseptasi atau untuk minta
pembayaran.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Bagi pemegang
surat wesel dan kemudian ia kehilangan surat wesel
tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan pembayaran atas haknya. Ia masih
mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHD, yaitu pasal
167a dan 167b
KUHD yang mana menjelaskan pemegang yang kehilangan surat wesel itu hanya dapat memperoleh pembayaran dari
tersangkut atau akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun serta kehilangan tersebut
harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak
akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak.
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. 1979. Hukum Dagang Surat-surat Berharga.
Yogyakarta: Sasana Triguna.
Subekti, R. 2003. Kitab Undang-undang
Hukum Dagang. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Cn, Adhie. 2011. Surat-surat Berharga.
http://adhiecn.blogspot.com/2011/02/surat-surat-berharga.html. Diakses tanggal 28 November 2011.
Mulhadi. 2010. Surat Perintah
Membayar. http://mulhadimentawai.blogspot.com/2010/03/surat-perintah-membayar-oleh-mulhadish.html?zx=43a4fc9e008e9d90. Diakses tanggal 28 November 2011.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=surat%20berharga&source=web&cd=3&sqi=2&ved=0CEEQFjAC&url=http%3A%2F%2Fkholil.staff.uns.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F03%2Fsurat-surat-berharga-ppt.ppt&ei=fIDTTtDJu3nmAW4hMGPDQ&usg=AFQjCNHz1ceVOa8tMBONkApOobz5wLlIhg. Diakses tanggal 28 November 2011.