30 Nov 2011

Pengaturan surat wesel yang hilang


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi dunia demikian pesat ternyata menyangkut juga dalam sektor perdagangan. Hal ini terbuktinya diantaranya dalam hal orang menghendaki segala sesuatu yang menyangkut urusan perdagangan yang bersifat praktis dan aman serta dapat dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayarannya.
Dalam hal ini orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan mau pun sebagai alat pembayaran kredit.
Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang. (UU No. 7/1992 tentang Perbankan).
Fungsi surat berharga :
a.       Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang).
b.      Sebagai alat untuk memindahkan hal tagih (diperjual belikan dengan mudah dan sederhana).
c.       Sebagai surat bukti hak tagih.

Jenis-jenis surat berharga:
Ketentuan-ketentuan megenai surat berharga diatur dalam Buku I titel 6 dan titel 7 KUHD yang berisi tentang :
a.       Wesel
b.      Surat sanggup
c.       Cek
d.      Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk
e.       Dan lain-lain
1.2  TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Surat Berharga pada fakultas hukum di Universitas Syiah Kuala dan ingin lebih mengetahui serta mengkaji pengaturan surat wesel yang hilang beserta kaitannya dengan hak regres.

1.3  RUMUSAN MASALAH
1.      Terdapat dimanakah aturan mengenai surat wesel yang hilang?
2.      Apa itu hak regres dalam surat wesel?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1   DEFINISI WESEL
Menurut para ahli, pengertian wesel antara lain
a.       K. ST. Pamoentjak dan Achmad Ichsan
Wesel adalah surat perintah dari seseorang yang minta dibayarkan kepada seseorang lain sejumlah yang tersebut dalam surat perintah itu.
b.      Abdulkadir Muhammad
c.       Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam perundang-undangan, tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel. Tetapi dalam pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel. “Wesel ialah sejenis surat berharga dan termasuk surat tagihan utang serta merupakan surat perintah tertulis yang tidak bersyarat dari penandatangan kepada seseorang/bank (tertarik) untuk membayar tanpa syarat, suatu jumlah uang tertentu kepada suatu orang atau yang ditunjuk olehnya atau kepada si pembawa”. Dasar hukum wesel diatur dalam pasal 100 sampai dengan pasal 173 KUHD.
Syarat-syarat formil bagi suatu wessel diatur dalam pasal 100 KUHD bahwa suatu surat wessel harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a.       Kata "wesel", disebut dalam teksnya sendiri dan di istilahkan dalam bahasa surat itu.
b.      Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
c.       Nama si pembayar (tersangkut/tertarik)
d.      Penetapan hari bayar.
e.       Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
f.       Nama Orang/pihak kepada siapa atau pihak lain yang ditunjuk olehnya pembayaran harus dilakukan.
g.      Tanggal dan tempat ditariknya surat wesel.
h.      Tanda tangan pihak yang mengeluarkan (penarik).
Kedelapan syarat tersebut diatas harus selalu tercantum dalam surat wesel. Tidak dipenuhinya salah satu syarat tersebut maka surat itu tidak berlaku sebagai surat wesel kecuali dalam hal-hal berikut:
         Kalau tidak ditetapkan hari bayarnya maka wesel itu dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya (wesel tunjuk).
         Kalau tidak ditetapkan tempat pembayaran tempat yang ditulis disamping namavtertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dari tempat dimana tertarik berdomisili.
         Kalau tidak disebutkan tempat wesel itu ditarik, maka tempat yang disebut disamping nama penarik dianggap tempat ditariknya wesel itu.
Bagi surat wesel yang penyimpangannya tidak seperti tersebut diatas, maka surat wesel itu bukan wesel yang sah, dan pertanggungan jawabnya dibebankan kepada orang yang menandangani surat wesel itu.

2.2  PEMBAYARAN SURAT WESEL
Yang dimaksud pembayaran disini adalah penyerahan sejumlah uang yang disebutkan dalam surat wesel oleh tersangkut/akseptan kepada pemegang surat wesel sebagai pemenuhan prestasi. Pembayaran adalah tujuan akhir dari surat wesel. Pemegang baru akan mendapatkan pembayaran dalam arti uang apabila ia datang kepada tersangkut/akseptan pada waktu (hari bayar) yang ditentukan dalam surat wesel dengan cara menyerahkannya pada tersangkut/akseptan.
Kendatipun demikian, pemegang wesel dapat memperoleh uang sebelum hari bayar dengan cara menjual wesel tersebut kepada orang lain dengan cara endosemen.
 Pemegang surat wesel tidak boleh dipaksa menerima pembayaran sebelum hari bayar (pasal 139 ayat 1 KUHD). Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari pasal 1270 KUHPerdata. Menurut ketentuan 1270 KUHPerdata, akseptan bebas atau leluasa untuk membayar sebelum hari bayar, tetapi ia harus memperjanjikannya dengan pemegang secara khusus.
 Dalam KUHD, akseptan boleh melakukan pembayaran sebelum hari bayar tetapi ia berbuat atas resiko dan tanggung jawab sendiri. Ini berarti, jika dana belum tersedia pada akseptan, maka ia membayar dengan dananya sendiri. Akibatnya, ia dianggap bebas dari kewajiban pembayaran jika yang menerima pembayaran adalah pemegang yang sah, tetapi jik tidak, maka ia harus melakukan pembayaran kedua kali.

2.3  SURAT WESEL YANG HILANG
Kehilangan surat wesel artinya lenyapnya surat wesel dari penguasaan pemegangnya diluar kemauannya. Bagi orang yang kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan pembayaran atas haknya. Ia masih mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHD.
Menurut ketentuan KUHD, yaitu pasal 167a dan 167b KUHD.
Pasal 167a menyatakan bahwa “barangsiapa kehilangan suatu surat wesel yang mana ia dulu adalah pemegangnya, ia pun hanya bisa tagih pembayarannya dari tertarik, dengan memberikan jaminan untuk waktu selama tiga puluh tahun.”
Pasal 167b menyatakan bahwa “barangsiapa kehilangan suatu surat wesel yang mana ia dulu adalah pemegangnya dan yang telah harus dibayar pula dan seberapa perlu telah diproses juga, ia pun hanya bisa melaksanakan hak-haknya kepada akseptan dan kepada penarik, dengan memberikan jaminan untuk waktu selama tiga puluh tahun.”
Pemegang yang kehilangan surat wesel hanya dapat memperoleh pembayaran dari tersangkut atau akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun. Kehilangan tersebut harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak. Adanya jaminan itu tidak lain untuk melindungi tersangkut atau akseptan dari kemungkinan membayar dua kali atas surat wesel yang hilang.

2.4  HAK REGRES
Hak regres adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang surat wesel baik karena terjadi non akseptasi maupun karena terjadi non pembayaran. Yang dimaksud dengan hak regres adalah hak untuk menagih kepada debitur wesel yang berwajib regres berhubung karena tersangkut (tertarik) tidak mau meng-akseptasi ketika ditawarkan akseptasi, atau karena tersangkut (tertarik) tidak membayar ketika dimintakan pembayaran pada hari bayar. Karena itu pemegang memintakan debitur yang berwajib regres supaya membayar sendiri surat wesel itu kepada pemegang.
Syarat utama untuk melakukan regres ialah bahwa si pemegang wesel, harus mengadakan protes penolakan membayar atau dalam hal wesel yang tidak disetujui, harus mengadakan protes penolakan akseptasi.
Protes ini harus dilakukan pada waktunya dalam arti tidak boleh terlambat. Bagi wesel hal ini ditentukan dalam pasal 152 KUHD yang tenggang ini menunjuk pada pasal 133, pasal 143 dan pasal 145 KUHD yang mengenai tenggang-tenggang untuk minta akseptasi atau untuk minta pembayaran.
BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Bagi pemegang surat wesel dan kemudian ia kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan pembayaran atas haknya. Ia masih mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHD, yaitu pasal 167a dan 167b KUHD yang mana menjelaskan pemegang yang kehilangan surat wesel itu hanya dapat memperoleh pembayaran dari tersangkut atau akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun serta kehilangan tersebut harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak. 
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. 1979. Hukum Dagang Surat-surat Berharga. Yogyakarta: Sasana Triguna.
Subekti, R. 2003. Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Cn, Adhie. 2011. Surat-surat Berharga. http://adhiecn.blogspot.com/2011/02/surat-surat-berharga.html. Diakses tanggal 28 November 2011.
Mulhadi. 2010. Surat Perintah Membayar. http://mulhadimentawai.blogspot.com/2010/03/surat-perintah-membayar-oleh-mulhadish.html?zx=43a4fc9e008e9d90. Diakses tanggal 28 November 2011.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=surat%20berharga&source=web&cd=3&sqi=2&ved=0CEEQFjAC&url=http%3A%2F%2Fkholil.staff.uns.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F03%2Fsurat-surat-berharga-ppt.ppt&ei=fIDTTtDJu3nmAW4hMGPDQ&usg=AFQjCNHz1ceVOa8tMBONkApOobz5wLlIhg. Diakses tanggal 28 November 2011.

27 Nov 2011

Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
            Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi, ada dua jenis hukum administrasi, yaitu pertama,hukum administrasi umum (allgemeem deel), yakni berkenaan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, tidak terikat pada bidang-bidang tertentu, kedua hukum administrasi khusus (bijzonder deel), yakni hukum-hukum yang terkait dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata ruang, hukum kesehatan dan sebagainya.
Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai macam proses ekologi yang merupakan suatu kesatuan. Proses-proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan hidup juga mempunyai fungsi sebagai penyangga perikehidupan yang sangat penting, oleh karena itu pengelolaan dan pengembangannya diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan keseimbangan antara unsur-unsur secara terus menerus oleh pemerintahan. Oleh karena itu hukum administrasi negara sangat berpengaruh terhadap hukum lingkungan dimana pemerintah harus melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan asas-asas umum pemerintah yang layak yang berkaitan dengan izin menyangkut lingkungan hidup.

1.2  TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada fakultas hukum di Universitas Syiah Kuala dan ingin lebih mengetahui serta mengkaji hubungan antara ilmu Hukum Administrasi Negara terhadap Hukum Lingkungan yang berkaitan dengan asas-asas umum pemerintahan yang layak.

1.3  RUMUSAN MASALAH
1.      Ilmu hukum apakah yang mempunyai hubungan dengan hukum administrasi negara?
2.      Kasus apakah yang berkenaan dengan kedua bidang ilmu hukum ini?
3.      Adakah kasus tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang layak?

1.4  SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I :     Pendahuluan
                  Latar belakang masalah
                  Rumusan masalah
                  Tujuan penulisan
                  Sistematika penulisan
BAB II :    Pembahasan
                  Definisi Hukum Administrasi Negara
                  Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Lingkungan
                  Kasus
                  Hubungan Kasus yang Diangkat dalam Makalah Ini dengan AAUPL
BAB III :  Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1   DEFINISI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
            Pada dasarnya definisi Hukum Administrasi Negara sangat sulit untuk dapat memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak, mengingat Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti arah pengolahan atau penyelenggaraan suatu Negara.
Namun sebagai pegangan dapat diberikan beberapa definisi sebagai berikut :
1.      Oppen Hein mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.”
2.      Logemann mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.”
3.      E. Utrecht mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan agar memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara melakukan tugas mereka secara khusus. Jadi ada tiga ciri-ciri Hukum Administarsi Negara :
1. Menguji hubungan hukum istimewa
2. Adanya para pejabat pemerintahan
3. Melaksanakan tugas-tugas istimewa
Dari pengertian-pengertian di atas jelaslah bahwa bidang hukum administrasi negara sangatlah luas, banyak segi dan macam ragamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum administarsi negara adalah hukum mengenai pemerintah atau eksekutif didalam kedudukannya, tugas-tuganya, fungsi dan wewenangnya sebagai Administrator Negara.

2.2  HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN HUKUM LINGKUNGAN
Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Hubungan hukum lingkungan dengan hukum administrasi negara dapat dilihat dari kasus-kasus lingkungan yang terjadi, misalnya kasus AMDAL.
Dengan masuknya masalah lingkungan sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan maka pemerintah berwenang untuk mencampurinya, artinya pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur, mengelola lingkungan hidup. Dalam UUD 1945 ditegaskan “Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 (3) UUD 1945. Peranan HAN semakin dominan dan penting karena menjadi dasar pijakan bagi tindakan pemerintah dalam mewujudkan tugasnya dalam rangka menyelenggarakan public service khususnya dalam pemberian izin menyangkut lingkungan hidup.
Dalam pelaksanaan lebih lanjut menyebutkan bahwa : “sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah”. Dan untuk melaksanakan ketentuan itu maka pemerintah :
1.         Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
2.         Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumbar daya alam termasuk sumber daya genetika.
3.         Mengatur pembuatan hukum dan hubungan hukum antara orang atau subyek hukum lainya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika.
4.         Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial
5.         Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yaitu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan. AMDAL diatur dalam dalam pasal 15 Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.3  KASUS
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpangsiuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo yaitu hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Analisa Kasus
Lemabaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup secara keselurahan, ada dua tingkatan yaitu:
1.      Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan
2.      Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat daerah.
Wewenang kelembagaan ditingkat nasional ini diatur dalam ketentuan pasal 16 ayat (1) UULH. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup ditingkat nasional, berada ditangan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (MENKLH), yang mempunyai tugas pokok mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta mempunyai fungsi merumuskan kebijaksanaan, membuat perencanaan dan mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang kependudukan dan lingkungan hidup.
            Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal mana memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai departemen dan lembaga pemerintah non departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral.
            Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat terlihat dalam Teknis Kawasan Industri. Dalam hal ini ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan Industri, yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan membangun fasilitas pengelolahan limbah industri.
            Sehubungan dengan ini, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri berada ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang disebutkan diatas, paling tidak Menteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan MENKLH. Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlokasi di daerah, membutuhkan lahan/tanah yang luas maka penetapan letak kawasan industri menjadi wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bapedda) selaku pengelola di daerah.
Dalam kasus luapan lumpur Lapindo adalah salah satu contoh kebijakan pembangunan yang dalam implementasinya telah terjadi pergeseran orientasi, yaitu kebijakan pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor kelestarian lingkungan atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor lingkungan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaannya. Salah satu contohnya adalah tidak ditepatinya kebijakan lingkungan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan sebelum suatu perusahaan mendapatkan izin untuk melakukan usahanya. Pertimbangan kebijakan lingkungan tersebut antara lain : jarak rumah penduduk dengan lokasi eksplorasi, mentaati standar operasional prosedur teknik eksplorasi, dan keberlanjutan lingkungan untuk masa yang akan datang. Dimana pemerintah juga harus melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan dan kepentingan bersama yang harus diutamakan dan didukung. Kegiatan eksplorasi harus mempertimbangkan lingkungan dan mendapat izin Ordonansi Gangguan (HO–Hinder Ordonnantie).

2.4  HUBUNGAN KASUS YANG DIANGKAT DALAM MAKALAH INI DENGAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK
Pemerintah yang berwenang memberikan surat izin pada suatu perindustrian harus berdasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang layak, yaitu harus sesuai dengan asas kebijaksanaan, asas kecermatan, asas penyelenggaraan kepentingan umum, dan asas keseimbangan. Apabila pemerintah bertentangan dengan asas-asas ini, maka dapat menimbulkan kerugian terutama terhadap masyarakat dan lingkungan.
Dapat kita lihat pada contoh kasus di atas dimana pemerintah tidak cermat dan bijaksana dalam mengeluarkan surat perizinan pada PT. Lapindo, pemerintah dalam mengeluarkan izin disini tidak melakukan peninjauan terlebih dahulu terhadap perindustrian yang dibuat oleh PT. Lapindo. Sementara AMDAL menentukan adanya syarat-syarat  suatu perindustrian  layak untuk beroperasi, tetapi pemerintah tidak menghiraukan syarat-syarat ini. Jadi pemerintah dalam hal ini telah melanggar asas penyelenggaraan kepentingan umum yang tidak melihat pada masyarakat.
Dalam kasus ini yang sangat dirugikan adalah masyarakat karena tidak sejalannya pemerintah dengan asas-asas pemerintah yang layak. Semua dampak dari PT. Lapindo ini mengarah pada masyarakat, seperti terendamnya pemukiman penduduk, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Tetapi pemerintah malah dinilai lepas tangan dan tidak bertanggung jawab atas kasus ini.
BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya bahwa sejak pemerintah turut campur dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, masalah lingkungan hidup tidak lagi merupakan urusan orang perorangan, melainkan sudah menjadi bagian dari kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah karena sudah merupakan bagian dari kebijaksanaan pembangunan, maka pemerintah mempunyai wewenang untuk membantu, menata, mengelolah, memelihara dan mengendalikan dan terutama mencegah terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan
Untuk mencegah dan mengalihkan tingkah laku seseorang, badan atau lembaga agar tetap berada pada batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka pemerintah memerlukan sarana kebijaksanaan lingkungan. Saran tersebut dalam Hukum Administrasi Negara adalah Perizinan dan AMDAL
Pemerintah dalam jabatannya juga harus sesuai dengan AAUPL, dimana pemerintah yang mempunyai tugas untuk memberikan surat perizinan kepada industri harus berdasarkan pada AAUPL, yaitu harus sesuai dengan asas kebijaksanaan, asas kecermatan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Apabila pemerintah bertentangan dengan asas-asas ini, maka dapat menimbulkan kerugian terutama terhadap masyarakat dan lingkungan. 
DAFTAR PUSTAKA
http://lightofpoetry.blogspot.com/2011/06/hubungan-hukum-lingkungan-dengan-han.html
repocytory.usu.ic.id/bitstream/12356789/5318/1/09E00193.pdf
Bahan ajar Hukum Lingkungan
Bahan ajar Hukum Administrasi Negara

16 Nov 2011

Fakta Terorisme di Indonesia




1.     Fakta terorisme di Indonesia
Tanggal Kejadian
Penjelasan
Pelaku
Korban
28 Maret 1981
Garuda Indonesia Penerbangan 206, sebuah penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9Woyla berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55 WIB. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad.
5 (lima) orang teroris yang menyamar sebagai penumpang
1 kru pesawat tewas; 1 tentara komando tewas; 3 teroris tewas.
21 Januari 1985
Bom Candi Borobudur, peristiwa terorisme ini adalah peristiwa terorisme bermotif “jihad” kedua yang menimpa Indonesia.
Abdulkadir Ali Alhabsyi dan Husein Ali Alhabsy

Abdulkadir divonis oleh Pengadilan Negeri Malang, sedangkan Husein di hukum seumur hidup (*)
7 stupa tercabut (*)
1 Agustus 2000
Bom Kedubes Filipina, bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat.
13 Oktober 2003, Abdul Jabbar, Faturrahman al Ghozi dan Edi Sutiono didakwa melakukan pengeboman tersebut (**)
2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
27 Agustus 2000
Bom Kedubes Malaysia, granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta.
Tanggal 2 Agustus 2001, Iswadi H. Jamil alias Bang Is dan Kopda Ibrahim Hasan tersangka pelempar granat didakwa 10 tahun penjara. (**)
Tidak ada korban jiwa.
13 September 2000
Bom Bursa Efek Jakarta, ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta.
2 Agustus 2001, Tengku Ismuhadi Jafar dan Nuryadin alias Nadin, Irwan bin Ilyas dan Kopda Ibrahim Hasan disidang. (**)
10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
24 Desember 2000
Bom malam Natal, serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, yaitu Batam, Pekanbaru, Jakarta, Sukabumi, Pangandaran, Bandung, Kudus, Mojokerto, dan Mataram.
Imam Samudra, dr Azhari alias Adam, Hambali, Mahmud, Furqon, Syamsudin, Tarmizi, dan  Abdul Zabir (**)
Merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
22 Juli 2001
Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, di Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.
Imam Samudra mengaku bertanggung jawab atas pemboman Gereja Santa Anna dan Gereja HKBP di Jakarta pada Juli 2001. Tapi soal bom lainnya, Samudra mengaku tidak tahu. (****)
5 orang tewas.
23 September 2001
Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta.
16 Januari 2002, Taufik Abdullah, warga negara Malaysia dan Setiono alias Abas disidangkan. (**)
6 orang cedera.
12 Oktober 2001
Bom restoran KFC, Makassar, dan ledakan sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.

Bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa.
6 November 2001
Bom sekolah Australia, bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS) Pejaten, Jakarta.


1 Januari 2002
Bom Tahun Baru, granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta.

1 orang tewas dan seorang lainnya luka-luka
1 Januari 2002
Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja.

Tidak ada korban jiwa.
12 Oktober 2002
Bom Bali I, tiga ledakan mengguncang Bali saat bersamaan.
Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan Paddy's. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu mempersiapkan peledakan (**)
202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka
12 Oktober 2002
Saat bersamaan di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina.

Tidak ada korban jiwa.
5 Desember 2002
Bom restoran McDonald’s, bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald’s Makassar.

3 orang tewas dan 11 luka-luka.
3 Februari 2003
Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta.

Tidak ada korban jiwa.
27 April 2003
Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, bom meledak di area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta.
Para pelaku menggunakan bom rakitan berkekuatan rendah yang diletakan dalam pipa besi dan diberi timer. Bom itu dibawa menggunakan tas. Dan Mabes Polri sudah menyebarkan sketsa wajah dua orang yang diduga pelaku pengeboman di Bandara Soekarno-Hatta (********)
2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
5 Agustus 2003
Bom JW Marriott, bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott.
Ledakan itu berasal dari bom mobil bunuh diri dengan menggunakan mobil Toyota Kijang dengan nomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani (*******)
Sebanyak 12 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.
10 Januari 2004
Bom Cafe Palopo.

Menewaskan empat orang.
9 September 2004
Bom Kedubes Australia, ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. Ledakan juga mengakibatkan. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)
 Heri Kurniawan alias Heri Golun dengan menggunakan van mini jenis Daihatsu bewarna hijau. Pada 5 November 2004, polisi menangkap empat orang yang dianggap sebagai pelaku dalam peristiwa ini, yaitu Rois, Ahmad Hasan, Apuy, dan Sogir alias Abdul Fatah di Kampung Kaum, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada 13 September 2005, Rois dijatuhi vonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sehari kemudian, tersangka lainnya, Hasan, juga dijatuhi vonis hukuman mati. (*********)
5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka, kerusakan gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
12 Desember 2004
Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah.


21 Maret 2005
Dua Bom meledak di Ambon.


28 Mei 2005
Bom Tentena.
Amril Ngiode alias Aat, Ridwan (**********)
22 orang tewas.
8 Juni 2005
Bom Pamulang, Tangerang, bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat.

Tidak ada korban jiwa.
1 Oktober 2005
Bom Bali, bom kembali meledak di Bali. Ledakan terjadi di R.AJA’s Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
Empat tersangka kasus bom Bali II yang disidang di Pengadilan Negeri Denpasar yakni: Anif Solchanudin alias Pendek, Mohamad Cholily alias Yahya, Abdul Azis alias Jafar dan Dwi Widianto alias Wiwid. (**)
22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka.
31 Desember 2005
Bom Pasar Palu, bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah.

Menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
17 Juli 2009
Bom Mega Kuningan, dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.
Dani Dwi Permana asal Bogor dan Nana Ikhwan Maulana asal Pandeglang. (******)
Menewaskan 9 orang korban dan melukai lebih dari 50 orang lainnya. (******)
Januari 2010
Penembakan warga sipil di Aceh


September 2010
Perampokan bank CIMB Niaga
Wak Gen alias Nn alias Mar, Sur alias Um alias Si, Kh Gh alias Abu Yas, Sob alias Abu Az, Da alias Ar (meninggal dunia akibat tertembak), Den (meninggal dunia akibat tertembak), Iw alias Rid (meninggal dunia akibat tertembak), Ab alias Beb alias Rez alias Moz alias Abu Jih, Sup alias An Suj, Yon, Ag Sun alias Gap, Bag alias Den, Nib alias Am alias Arab, Ag alias Mar alias Ahm alias Ab Has, Baw, Her, Fer Riz Ad alias Blk, Dic Ilv. (***********)

15 April 2011
Bom Cirebon, ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat shalat Jumat.
Bom bunuh diri yang menyebabkan sang pelaku tewas.
Menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya
22 April 2011
Bom Gading Serpong, rencana bom yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas, namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian RI.


15 Maret 2011
Teror Bom Buku, yang ditunjukkan kepada tokoh dari berbagai latar belakang dengan mengirimkan paket berisi bom. (*****)

Paket bom ini meledak dan melukai seorang perwira polisi, dua anggota polisi, dan seorang karyawan. (*****)
25 September 2011
Bom Solo, ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo, Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja.
Ahmad Yosefa Hayat alias Ahmad Abu Daud. (***)
Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka.

 Referensinya:
2.     Pengertian Terorisme

Kata terorisme berasal dari bahasa latin yakni Terrere (gemetaran) dan Deterrere (takut). Menurut kamus ilmiah Populer (2006 : 467) terorisme adalah hal tindakan pengacau dalam masyarakat untuk mencapai tujuan (bidang politik); penggunaan kekerasan dan ancaman secara sistematis dan terencana untuk menimbulkan rasa takut dan menggangu system-sistem wewenang yang ada.

Menurut US Central Intelligence Agency (CIA).
Terorisme Internasional adalah Terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga atau pemerintahan asing .

Menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI).
Terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial atau politik .

Menurut Muhammad Mustofa
Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan massal.

Menurut Charles Kegley dan Eugene Witkoff (The Global Agendas Issues and Perspectives)
Mengemukakan sebanyak 109 definisi tentang terorisme, namun para ahli setuju bahwa Terorisme adalah suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan ancaman kekerasan guna menimbulkan rasa takut dan korban sebanyak-banyaknya secara tidak beraturan.

Menurut Konvensi PBB tahun 1937
Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

Menurut TNI – AD
Berdasarkan Bujuknik tentang Anti Teror tahun 2000, terorisme adalah cara berfikir dan bertindak yang menggunakan teror sebagai tehnik untuk mencapai tujuan.

Menurut A.C Manullang
Terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu antara lain karena adanya pertentangan agama, ideologi dan etnis serta kesenjangan ekonomi, serta tersumbatnya komunikasi rakyat dengan pemerintah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme .

Menurut Laqueur (1999)
Setelah mengkaji lebih dari seratus definisi Terorisme, menyimpulkan adanya unsur yang paling menonjol dari definisi-definisi tersebut yaitu bahwa ciri utama dari Terorisme adalah dipergunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan. Sementara motivasi politis dalam Terorisme sangant bervariasi, karena selain bermotif politis, Terorisme seringkali dilakukan karena adanya dorongan fanatisme agama .


Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Dalam ketentuan umum UU no.15 tahun 2003 terorisme didefinisikan sebagai: perbuatan yang merupakan kekerasan merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.

3.     Ciri-ciri Tindakan Terorisme
Untuk mempermudah pemahaman terhadap definisi terorisme, Gibbs mengungkapkan beberapa ciri perbuatan yang merupakan terorisme dengan merujuk pada:
1.      Perbuatan yang dilaksanakan atau ditujukan dengan maksud untuk mengubah atau mempertahankan paling sedikit suatu norma dalam suatu wilayah atau suatu populasi;
2.      Memiliki kerahasiaan, tersembunyi tentang keberadaan para partisipan, identitas anggota, dan tempat persembunyian;
3.      Tidak bersifat menetap pada suatu area tertentu;
4.      Bukan merupakan tindakan peperangan biasa karena mereka menyembunyikan identitas;
5.      Serta adanya partisipan yang memiliki pemikiran atau ideologi yang sejalan sejalan dengan konseptor teror, dan pemberian kontribusi untuk memperjuangkan norma yang dianggap benar oleh kelompok tersebut tanpa memperhitungkan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan.
Yang menjadi ciri dari suatu Tindak Pidana Terorisme menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah:
1.     Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
2.     Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.
3.     Menggunakan kekerasan.
4.     Mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
5.     Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.

4.     Bentuk Tindak Pidana Terorisme dalam Undang-Undang
Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika:
1.   Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
2.   Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 7).
Rumusan tindak pidana teror selanjutnya, disebutkan dalam Pasal 8, yang mengharuskan adanya kesengajaan dan memungkinkan menjerat  kealpaan sebagai suatu perbuatan terorisme  (pasal 8, d dan g).  Pasal 8 memasukan 18 macam perbuatan sebagai tindak pidana teror dalam bidang penerbangan (sama dengan KUHP) dan dipidana sama dengan tindak pidana teror dalam Pasal 6.
Kata “merencanakan” dan kata “menggerakkan” dalam pasal ini tidak memiliki ukuran jelas sehingga bisa saja ditafsirkan yang “memotivasi” atau yang “menginspirasi” dari suatu perbuatan yang masuk kategori tindak pidana teror. Seorang guru, ulama, pastor, atau pengamat dapat dikenai pasal ini jika kemudian ada seseorang yang melakukan tindak pidana teror berdasarkan ucapan mereka.
Dan seseorang juga dianggap melakukan Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan ketentuan pasal 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
    

5.     Penyimpangan dari Ketentuan Umum
Dapat tercipta karena:
1.      Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum Pidana.
2.      Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.
3.      Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.
4.      Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [(lex specialis derogat lex generalis)].