31 Des 2009

Sejarah Turunnya Al-Qur'an

Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai kitab suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan umat islam, al-Qur’an merupakan kitab yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia. Selama dua puluh tiga tahun, kitab suci ini diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan manusia. Ia adalah kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan istimewa.
Berangkat dari latar belakang itu lah makalah ini dibuat, agar kita semua mengerti dan paham bahwa al-Qur’an merupakan pedoman hidup kita.


Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menjabarkan hal-hal yang menyangkut dengan al-Qur’an, baik pengertiannya, bagaimana proses turunnya, serta pokok ajaran dalam isi kandungan al-Qur’an, fungsi al-Qur’an dan lain-lainnya.

ARTI DEFINISI & PENGERTIAN AL-QU’RAN
Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaiat Jibril sebagai pedoman serta petunjuk umat manusia semua masa, bangsa, dan lokasi. Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul.

2.1.1        Pengertian Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau bermana Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi).

2.1.2        Pengertian Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah SWT berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan: 23).
Dan Allah SWT berfirman kembali:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf: 2).
            Allah SWT telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi ataupun menggantikannya. Allah SWT telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9).

SEJARAH TURUNNYA AL-QUR’AN
Para ulama’ Ulumul Al-Qur’an membagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam 2 periode. 1 periode sebelum hijrah dinamai makiyah, 2 periode sesudah hijrah dinamai madania. Tapi disini, akan dibagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam tiga periode meskipun pada hakikatnya periode pertama dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat makiyah, dan periode ketiga adalah ayat-ayat madaniyah.
Periode I
            Ketika wahyu pertam (Iqra’) turun Nabi belum dilantik menjadi rasul, baru ketika ayat kedua turun “wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan” (Q.S. Al-Muddassir:1-2). Pada periode ini berlangsung empat sampai lima tahun dan sebagian besar menolak ajaran Al-Qur’an. Kandungan wahyu ilahi berkisar dalam 3 hal:
Pertama memdidik kepribadian nabi, sabar,tidak dianjurakan pamri (namima), mengagungkan tuhan. Dalam wahyu ketiga beliau dianjurkan shalat malam, membaca Al-Qur’an dengan tartil dan mendakwai keluarga terlebih dahulu.
Kedua    pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dab af’al Allah.
Ketiga   keterangan mengenai dasar-dasar akhlak islamiyah serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup jahiliyah ketika itu.
Periode II
            Periode ini berlangsung delapan sampai sembilan tahun dengan banyaknya kerusuhan antara Islam dan jahiliyah mulai dari fitnah, intimidasi, dan penganiayaan, sehingga ummat nabi terpaksa hijrah ke habsy dan pada akhirnya bersama Rasulallah pindah ke madinah.
            Pada masa ini ayat turun silih berganti kadang memberi berita baik kadang buruk, kepastian adanya hari kiamat, sesuai dengan kondisi dakwa saat itu untuk memperkuat iman ummatnya, dan juga argumentasi tentang keesaan Tuhan kalau Tuhan hanya memerintahkan jadilah maka akan jadi.
Periode  III
            Periode in berlangsung selama sepuluh tahun ini dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama di yatsrib (Al-Madinah) dimana pada masa ini timbul bermacam-macam peristwa yang komplek dengan orang yang tidak beriman sehingga turunlah (Q.S. At-Taubah:13-14) menyeru memerangi kaum tidak beriman yang telah memulai peperangan.
            Adakalanya merupakan perintah yang tegas disertai dengan konsidernya, seperti yang tersebut dalam (Q.S. Al-Ma’idah:90-91), terdapat juga ayat yang menerangkan akhlak dan suluk (Q.S. An-Nur:27) yang harus diikuti dalam kehidupan sehari-hari.
            Semua ayat ini memberikan bimbingan kepada kaum muslim menuju jalan yang diridhoi Allah disamping mendorong mereka untuk berjihad dijalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak dan suluk yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi.
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dengan perantaraan maliakat Jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW ke dalam hati di gua hira’ pada bukit (Jabal) Nur sekitar 6 kilometer di pinggiran kota Mekah. Pada tanggal 17 Ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia atau berumur 41 tahun yaitu surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 dan beliau pun langsung memahaminya. Hal ini disebutkan dalam Al-baqarah ayat 2:
Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizing Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
            Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al-Qur’an itu kepada para sahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah daun-daun kering, batu, tulang dan lain-lain. Pada saat itu belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para sahabat langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demikian Al-Qur’an difahami dengan menghafal. Bukan dengan sekedar membaca.
            Pada saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya, banyak para sahabat penghafal Qur’an yang mati syahid. Melihat kondisi ini Umar pun meminta Abu Bakar sebagai halifah untuk membuat Mushaf Al-Qur’an. Abu Bakar sempat menolak. “Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?” ujar Beliau. Tapi dengan gigih Umar bin Khattab  menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi kepentingan kaum muslimin dimasa yang datang. Akhirnya Abu Bakar pun dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.
            Abu Bakar pun meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat berkata: ”Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan?”. Tapi akhirnya Zaid pun setuju dan mulai mengumpulkan shahifah-shahifah yang tersebar di tangan para sahabat yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang, dan lain-lain itupun disimpan di rumah Hafsah.
Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al-Quran selesai sebanyak lima buah. Satu disimpan Utsman dan empat yang lain disebar ke: Makkah, Syria, Basrah, Tabi’it dan Thabi’I tabiin mempelajari Al-Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat sedikit.
Al-Qur’an turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama Al-Qur’an diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.

2.1.3        Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Secara Berangsur-angsur
1.      Untuk menguatkan hati Nabi Muhammad SAW.
Allah berfirman: “Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Al-Furqaan:32).
2.      Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi) sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
3.      Supaya mudah dihapal dan dipahami.
4.      Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat mengamalkannya.
5.      Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum.


NAMA-NAMA AL-QUR’AN
Adapun nama-nama al-Qur’an, yaitu:
(a)   Al-Qur’an. Yang berarti “bacaan”. Dalil ini dapat kita lihat pada ayat An-Naml: 1)
“Inilah ayat-ayat Al-Qur’an. Dan Kitab yang member penerangan.”

(b)   Al kitab (kitabullah), yang merupakan sinonim dari kata Al-Qur’an. Yang artinya, tulisan yang lengkap. Dan merupakan kitab suci sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Nama ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 2:
“Itu (Kitabullah). Tidak disangsikan lagi (kebenarannya). Dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang Taqwa.”

(c)    Adz-zikr, artinya “peringatan”. Bagi orang yang beriman kepada Allah. Nama ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 9:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Qur’an). Dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya”.

(d)   Al-furqoon, artinya pembeda. Yaitu membedakan yang benar dan yang bathil. Nama ini diterangkan dalam surat Al-Furqan ayat 1:
“Sangat Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqoon kepada hamba-Nya (Muhammad). Agar ia member peringatan kepada seluruh ‘Alam”.

(e)    As-suhuf, artinya lembaran-lembaran, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 2:
“(yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur’an).

(f)     Al-Mau’idhah, artinya nasihat, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 57:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk derta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

(g)   Asy-Syifa, artinya obat, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 57:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk derta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

(h)   Al-Huda, artinya pemimpin, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Jinn ayat 13:
“ Dan sesunguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur’an), kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Tuhan-Nya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.”

(i)     Al-Hikmah, artinya kebijaksanaan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Bani Isra’il ayat 39:
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”

(j)     Al-Hukmu, artinya keputusan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 37:
“Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.”

(k)    Al-Khoir, artinya kebaikan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 103:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercera-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”

(l)     Ar-Ruh, artinya roh, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syura ayat 52:
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dn sesungguhnya kamu benar-benar member petunjuk kepada jalan yang lurus.”

(m) Al-Muthohharoh, artinya disucikan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 14:
“Yang ditinggikan lagi disucikan.”

Selain dari nama-nama tersebut, masih ada lagi nama bagi Al-Qur’an. Imam As-Suyuthi dalam kitabnya berjudul Al-Itqoon. Menyebutkan beberapa nama, diantaranya: “Al-Mubiin”, “Al-Kariim”, “Al-Kalam”, “An-Nuur”.

PEMBAGIAN SURAT DALAM AL-QUR’AN
Al-Qur’an terdiri dari 114 surat; 91 surat tirun di Mekah dan 23 surat turun di Madinah. Ada pula yng berpendapat, 86 surat turun di Mekah dan 28 surat turun di Madinah.
Surat yang turun di Mekah dinamakan Makkiyah, pada umummnya surat pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan aklhaq, panggilannya ditunjukan kepada manusia. Sedangkan surat yang turun di Madinah disebut Madaniyyah, pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari’ah). Diperkirakan 19/30 turun di Madinah. Atas inisiatif para ulama maka kemudian Al-Qur’an dibagi-bagi menjadi 30 juz. Dalam 30 juz dibagi kepada setengah juz, seperempat juz, maqra, dan lain-lain.
Pembagiannya, adalah:
1.      Assabi’uthiwaal, yaitu tujuh surat yang panjang. Ketujuh surat ini yaitu al-Baqarah, al-A’raf, Ali Imran, an-Nisa, al-An’am, al-Maidah, dan Yunus.
2.      Al-Miuun, yaitu surat yang berisi seratus ayat lebih. Maksudnya surat-surat tersebut memiliki ayat sekitar seratus ayat atau lebih. Misalnya, surat Hud, Yusuf, dan At-Taubah.
3.      Al-Matsaani, yaitu surat-surat yangt berisi kurang dari seratus ayat. Maksudnya surat-surat tersebut kurang dari seratus ayat. Misalnya, surat al-Anfal, ar-rum, dan hijr.
4.      Al-Mufashshaal, yaitu surat-surat pendek seperti al-Ikhlas, ad-Duha dan an-nasr.
Surat- surat seperti ini kebanyakan ditemukan dalam juz ke 30.

KEDUDUKAN & FUNGSI AL-QUR’AN
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim, dan sebagai korektor serta penyempurna terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya, dan bernilai abadi. Sebagi mukjizat, l-Qur’an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan datang.
Allah SWT menciptakan manusia sebagai halifahnya dimuka bumi. Disamping itu Dia juga memberikan bekal kepada manusia dengan bekal yang memandunya supaya dapat menjalankan tugas kekhalifahan, yakni Al-Qur’an Al-Karim.
Al-Qur’an adalah pedoman hidup manusia dalam mengarungi tugas kekhalifahannya dimuka bumi, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 185. Namun demikian, yang mampu mengambilnya sebagai petunjuk hanyalah orang-orang yang bertakwa (Q.S. Al-Baqarah:2).
Asy-Syahid Hasan Al-Banna pernah mengungkapkan bahwa sikap kebanyakan manusia dimasa-masa sekarang ini terhadap kitab Allah SWT, ibarat manusia yang diliputi dengan kegelapan dari segala penjuru. Berbagai sistem telah bangkrut, masyarakat telah hancur, nasionalisme telah jatuh. Setiap kali manusia membuat sistem baru untuk diri mereka, segera sistem itu hancur berantakan. Hari ini, manusia tidak mendapatkan jalan selain berdoa, bersedih, dan menangis. Sungguh aneh, karena dihadapan mereka sebenarnya terdapat Al-Qur’an, cahaya sempurna (Hadits Tsulatsa/23-24).
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelum kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjukki dengan siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Q.S Asy-Syu’ra:52)
Dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan Al-Qur’an sebagai ruh yang berfungsi menggerakkan sesuatu yang mati, mencairkan kejumudan dan membangkitkan kembali semangat umat sehingga ia bisa menunaikan tugas kekhalifahannya dengan sebaik-baiknya.
Al-Qur’an berfungsi sebagai berikut:
1.      Sebagai Petunjuk bagi Manusia.
Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah dan Q.S. Al-Fusilat.

2.      Sebagai Sumber Pokok Ajaran Islam.
Fungsi al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam sudah di yakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum Islam. Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanuisaan secara umum seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan seni.

3.      Sebagai Peringatan dan Pelajaran bagi Manusia.
Dalam al-Qur’an banyak diteangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu, baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran-Nya. Bagi kita, umat yang akan datang kemudian tentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diteangkan dalam al-Qur’an.

4.      Sebagai Mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Turunnya al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimiliki oleh nabi Muhammad SAW.

Interaksi dengan Al-Qur’an:
            Allah SWT menjanjikan bagi orang-orang yang beerinteraksi dengan Al-Qur’an akan mendapatkan kemuliaan. Allah SWT berfirman:
            “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang didalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?”
(Q.S Al-Anbiya:10)

            Interaksi ini harusnya dilakukan secar utuh baik secara tilawatan (menguasai cara membacanya sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid dan mampu membacanya diwaktu siang dan malam), Fahman (memahami kandungan ayat-ayat yang dibaca), Amalan (kemampuan mengamalkan Al-Qur’an dalam ehidupan atau membumikan Al-Qur’an) maupun Hifzhan (kemapuan menghafalkan ayat demi ayat Al-Qur’an). Itulah empat bentuk interasi yang diinginkan oleh Al-Qur’an kepada setiap muslim.

Upaya membangun ruh Al-Qur’an bagi kaum muslimin dan kiat-kiatnya:
Agar bisa berinteraksi kembali dengan Al-Qur’an, maka perlu disadarkan kembali kewajiban-kewajiban kita dihadapan Al-Qur’an.
Asy-Syahid Hasan Al-Banna mengungkapkan beberpa kewajiban muslim terait dengan Al-Qur’an yakni:
1.      Seorang muslim harus memilki keyakina yang sungguh-sungguh dan kuat bahwa tidak ada yang dapat menyelamatan kita kecuali sistem sosial yang diambil dan bersumber dari kitab Allah SWT. Sistem sosial apapun yang tidak mengacu atau tidak berlandaskan kepada Al-Qur’an pasti akan menuai kegagalan.
2.      Kaum muslimin wajib menjadikan kitab Allah sebagai sahabat karib, kawan bicara, dan guru. Kita harus membacanya. Jangan sampai ada hari yang ita lalui sedangan kita tidak menjalin hubungan dengan Allah SWT melalui Al-Qur’an.
Demikianlah keadaan para pendahulu kita, kaum salaf. Mereka tidak pernah kenyang dengan Al-Qur’anul Karim. Mereka tidak pernah meninggalannya. Bahkan mereka mencurahan waktunya untuk itu. Sunnah mengajarkan agar kita mengkhatamkannya tidak lebih dari 1 bulan dan tidak kurang dari 3 hari. Umar bin Abdul Aziz apabila disibukkan oleh urusan kaum muslimin, beliau mengambil mushaf dan membacanya walaupun hanya dua atau tiga ayat. Beliau berkata, “Agar saya tidak termasuk mereka yang menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang ditinggalkan”.
3.      Ketika membaca Al-Qur’an kita harus memperhatikan adab-adab ketika membacanya. Demikian pula saat kita mendengarkan Al-Qur’an harus memperhatikan adab-adabnya hendaklah kita berusaha merenungkan dan meresapinya.

Setelah kita mengimani bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya penyelamat kita wajib mengamalkan hukum-hukumnya, baik dalam tingkatkan individu maupun hukum-hukum yang berkaitan dengan masyarakat atau hukum-hukum yang beraitan dengan penguasa.

TUJUAN POKOK AL-QUR’AN
1.      Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kpercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2.      Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
3.      Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, “Al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”

POKOK AJARAN DALAM ISI AL-QUR’AN
1.      Akidah.
Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan. Akidah Islam adalah keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh setiap muslim. Dalam Islam, akidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal untuk diyakini dalam hati seorang muslim. Akan tetapi, akidah atau kepercayaan yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus mewujudkan dalam amal perbuatan dan tingah laku sebagai seorang yang beriman.

2.      Ibadah dan Muamalah--Pengabdian terhadap Allah SWT.
Kandungan penting dalam Al-Qur’an adalah ibadah dan muamallah. Menurut Al-Qur’an tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Az-zariyat ayat 56. Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial. Manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat komunikasi. Komonikasi dengan Allah atau hablum minallah, seperti shalat, membayar zakat dan lainnya. Hubungan manusia dengan manusia atau hablum minanas, seperti silahturahmi, jual beli,t ransaksi dagang, dan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan seperti itu disebut kegiatan Muamallah, tata cara bermuamallah di jelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 82.

3.      Hukum--Mengatur Tingkah Laku Manusia.
Secara garis besar Al-Qur’an mengatur beberapa ketentuan tentang hukum seperti hukum perkawinan, hukum waris, hukum perjanjian, hukum pidana, hukum musyawarah, hukum perang, hukum antar bangsa.

4.      Akhlak--Sikap dan Perilaku terhadap Allah SWT, Sesama Manusia dan Makhluk Lain.
Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral. Akhlak, di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia, juga menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Nabi Muhammad SAW berhasil menjalankan tugasnya menyampaikan risalah islamiyah, antara lain di sebabkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap akhlak. ketinggian akhlak Beliau itu dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4.

5.      Kisah-kisah Umat terdahul--Teladan dari Kejadian Di Masa Lalu.
Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menaruh perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya. Bahkan, di dalamnya terdapat satu surat yang di namakan al-Qasas. Bukti lain adalah hampir semua surat dalam Al-Qur’an memuat tentang kisah. Kisah para nabi dan umat terdahulu yang diterangkan dalam Al-Qur’an antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan ayat 37-39.

6.      Isyarat Pengemban Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Al-Qur’an banyak mengimbau manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti dalam surat ar-rad ayat 19 dan al zumar ayat 9. Selain kedua surat tersebut masih banyak lagi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam kedokteran, farmasi, pertanian, dan astronomi yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan umat manusia.

Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan makhluk lainnya.
Didalamnya terdapat perturan-peraturan seperti:
a.       Beribadah langsung kepada Allah
(Al-Baqarah:43,183,184,196,197; Hud:114)
b.      Berkeluarga
(An-Nisa’:3,4,15,19,20,25; Al-Baqarah:221; An-Nur:32 ;Al-Mumtahanah: 10,11)
c.       Bermasyarakat
(An-Nisa’:58; Al-Hujarat:10,13; Al-Mukminun:52; Al-Anfal:46 Al-Baqarah:143)
d.      Berdagang
(Al-Baqarah:275,276,280; An-Nisa’:29)
e.       Hutang Piutang
(Al-Baqarah:282)
f.       Warisan
(Al-baqarah:180; An-Nisa’:7-12,176; Al-Ma’idah:106)
g.      Pendidikan dan pengajaran
(Ali-Imran:159; An-Nisa’:9; Al-Maidah:63; Lukman:13-19; Asy-Syu’araa’;39-40)
h.      Pidana
(Al-Baqarah:178; An-Nisa’:92-93; Al-Maidah:38; Yunus:27; Bani Israil:33; Asy-Syu’araa’:40)
i.        Dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.
(Al-A’Raf:158; Saba’:28; Al-Anbiya’:107)
j.        Setiap muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya.
(Al-Baqarah:208; Al-An’am:153; At-Taubah:51)
k.      Dan sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Qur’an sebagai bentuk pelanggaran dan dosa.
(Al-Ahzab:36)
l.        Melaksanakannya dinilai ibadah
(An-Nisa’:69; An-Nur:52; Al-Ahzab:71)
m.    Memperjuangankannya dinilai sebagai perjuangan suci.
(As-Saff:10-13; At-Taubah:41)
n.      Mati karenanya dinilai sebagai mati syahid.
(Ali Imran:157,169)
o.      Hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi.
(An-Nisa’:100; Ali Imran:195)
p.       Dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim, fasiq dan kafir.
(Al-Maidah:44,45,47)

KEISTIMEWAAN &  KEUTAMAAN AL-QUR’AN DIBANDINGKAN DENGAN KITAB LAIN
Al Qur'an adalah kitab suci umat islam yang diturukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul, memiliki berbagai keistimewaan ataupun keutamaan dibandingkan dengan kitab-kitab suci lainnya sebagai berikut di bawah ini :

1.      Memberi pedoman dan petunjuk hidup lengkap beserta hukum-hukum untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia seluruh bangsa di mana pun berada serta segala zaman ataupun periode waktu,
2.      Susunan ayat yang mengagumkan dan mempengaruhi jiwa pendengarnya,
3.      Melepas kehinaan pada jiwa manusia agar terhindar dari penyembahan terhadap makhluk serta menanamkan tauhid dalam jiwa,
4.      Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan manusia,
5.      Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan daya upaya dan kreatifitas manusia (memutus rantai taqlid),
6.      Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang perkembangannya,
7.      Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia dan hukum-hukumnya,
8.      Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas dan fisik serta membedakan manusia hanya dari takwanya kepada Allah SWT.

Al-Qur’an Pedoman Hidup Muslim

هَذَا بصََائرُِ لِلناَّسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْم يوُقِنوُنَ
“Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini” (Q.S. Al- Jaatsiyah: 20).
Al-Qur’an adalah kitab suci sebagai Kalam Ilahi yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi yang meyakini, mempelajari dan mengamalkannya.
Al-Qur’an adalah bak lautan yang luas, tenang, jernih dan suci. Kedalaman makna kandungannya hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh mereka yang berhati suci pula. Al-Qur’an adalah sumber hidayah, bagaikan serat yang membentuk tenunan kehidupan orang mukmin, dan ayat-ayatnya bagaikan benang yang menjadi rajutan jiwanya. Al-Qur’an adalah ruh yang memberikan kehidupan hakiki bagi mereka yang berpedoman kepadanya. Al-Qur’an adalah syifa’, obat penawar segala macam penyakit rohani manusia. Al-Qur’an adalah Nuur, yang memberi cahaya bagi mereka yang berkelana di padang pasir kegalauan, meraba-raba dalam kegelapan. Al-Qur’an adalah Al-Huda, petunjuk jalan menuju Hidayah Allah, jalan yang lurus dan terang menderang bagi yang mengarungi samudera Ma’rifah menuju hakekat Uluhiyah dan Rububiyah. Dan Al-Qur’an adalah rahmat dan nikmat bagi hamba-hamba Allah yang bertualang mencari kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
لَقَدْ أنَزَْلْناَ إلَِيكْمُْ كتِاَباً فِيهِ ذِكرُْكمُْ أفََل تعَْقِلُونَ
“Sesungguhnya telah Kami turunkan sebuah kitab (Al-Qur’an) kepadamu, yang didalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu, apakah kamu tiada memahaminya?” (Q.S. Al-Anbiya: 10).
Rasulullah bersabda:
إنَِّ اللهَ يرَْفَعُ بهَِذَا القُرْآنِ أقِْوَامًاوَ يضََعُ آخَرِينَْ
“Allah akan mengangkat (kedudukan) beberapa kaum dengan Al-Qur’an ini, dan Allah akan meletakkan (merendahkan) kedudukan sebagian yang lain. (H.R. Muslim).

Karena itu, kaum muslimin harus benar-benar yakin bahwa hanya dnegan Al-Qur’an-lah umat silam dapat maju ke arah kesempurnaan. Kuat atau lemahnya, maju atau mundurnya umat Islam tergantung kepada sikapnya dan pemahamannya terhadap Al-Qur’an.
Syekh Muhammad Al-Ghazali, seorang ulama kharismatik dari Mesir dalam bukunya “Kaifanata’ammal Ma’al Qur’an” mengatakan “Sikap sekarang terhadap Al-Qur’an sangat memprihatinkan, seolah-olah Al-Qur’an dibicarakan kepada mereka dari tempat yang yang sangat jauh, dan sangat sulit menemukan orang yang benar-benar berpegang teguh kepada Al-Qur’an . Ini adalah masalah besar yang tidak boleh dibiarkan berlarut begitu saja, bila kita tidak menginginkan keterasingan dari agama dan dari keterasingan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup”.
Dalam Al-Qur’an telah diceritakan tentang orang-orang yang meninggalkan atau acuh tak acuh terhadap Al-Qur’an, dimana mereka yang menolak dan meninggalkan Al-Qur’an itu diadukan oleh Nabi Muhammad SA|W kepada Allah SWT.
Sebagaimana yang tergambar dalam firman Allah SWT Surat Al-Furqan, ayat: 30
وَقَالَ الرَّسُولُ ياَرَبِّ إنَِّ قَوْمِي اتخََّذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا
“Berkatalah Rasul: “Ya Rabbi, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ni sesuatu yang tidak diacuhkan(Q.S. Al-Furqan: 30)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an, ataukah hati mereka yang terkunci?”. (Q.S. Muhammad: 24)
Secara garis besar, pengamalan Al-Qur’an itu meliputi dua hal, yaitu pengamalan membaca Al-Qur’an dan pengamalan isi kandungan Al-Qur’an.
Membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Karena hal itu merupakan wujud ibadah dalam rangka mempelajari, memahami serta mengungkap hukum-hukum Allah yang terkandung di dalamnya. Sehingga Al-Qur’an tidak hanya menjadi “pajangan” dan “jimat” serta “lembaran-lembaran pengusir syeitan” belaka.
Memelihara dan menghidupkan kebiasaan membaca Al-Qur’an seyogyanya dimulai dari rumah tangga, kemudian di lingkungan masyarakat, terutama di Mesjid dan Mushalla serta di tempat pengajian umum lainnya. Kemudian adab dan aturan dalam membaca Al- Qur’an harus pula diperhatikan, terutama dalam hal hukum bacaannya (Tajwid). Fungsi Al-Qur’an bukan hanya sebatas untuk dibaca, apalagi sekedar diperlombakan bacaannya. Kaum muslimun harus kembali mengkaji Al-Qur’an tanpa harusmengesampingkan pentingnya membaca Al-Qur’an.
Pengamalan Isi Kandungan Al-Qur’an
Pengamalan isi kandungan al-Qur’an berarti berfikir, berprilaku, dan berakhlak dengan berlandaskan Al-Qur’an. Seorang muslim harus selalu mengacu atau berpedoman kepada Al-Qur’an, dan gaya hidup yang bertentangan dengan AlQur’an harus ditinggalkan dan dibuang jauh-jauh dari kehidupan seorang muslim. Rarsulullah SAW pemilik budi pekerti yang paling luhur, menjadi tauladan bagi umat manusia, ternyata akhlak beliau adalah Al-Qur’an, sebagaimana terungkap dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Sayyidah Aisyah r.a.
Pengamalan Al-Qur’an adalah lebih merupakan komitmen moral sebagai seorang muslim, dan pengamalan Al-Qur’an dalam arti berfikir , bertindak serta berprilaku yang Qur’ani harus timbul berdasarkan kesadaran yang mendalam darisetiap individu muslim. Pengamalan Al-Qur’an sebagai ketaatan terhadap hukum Allah, pada dasarnya lebih bersifat pribadi, ia timbul semata-mata berdasarkan dorongan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Al-Qur’an adalah “Jamuan Tuhan”. Rugilah yang tidak menghadiri jamuan-Nya. Dan lebih rugi lagi yang hadir, tetapi tidak menyantapnya. Karena itu, bacalah Al-Qur’an, seakan-akan ia diturunkan kepadamu.

2 Nov 2009

Rumusan Pancasila secara Historis dan Yuridis

Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
            Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda, namum ada pula yang sama.



PROSES PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Keterlibatan Jepang dalam perang dunia ke 2 membawa sejarah baru dalam kehidupan bangsa Indonesia yang di jajah Belanda ratusan tahun lamanya. Hal ini disebabkan bersamaan dengan masuknya tentara Jepang tahun 1942 di Nusantara, maka berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan dengan penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat perang.
Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi Haroda pada tanggal 1 maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal  29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilayah Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua adalah R.P Suroso dan penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang “Tuan Hchibangase”. Dalam melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut.

Rumusan I : Muh Yamin
            Menurut Muh Yamin, dalam bahsa Sansekerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti: panca artinya lima
“syiila”vocal” i pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila”vocal” i” panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh.”
            Pada sesi pertama sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
a.      Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar Negara yaitu:
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat

b.      Rumusan Tertulis
            Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan teertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang di presentasikan secara lisan, yaitu:
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kebangsaan Persatuan Indonesia
3)      Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4)      Kerakyataan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5)      Keadailan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Rumusan II : Prof. Dr. Soepomo
Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendapat kesempatan mengemukakan pokok-pokok pikiran seperti berikut:
  1. Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter atau integralistik. Maksudnya Negara Indonesia merdeka tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, akan tetapi yang mengatasi segala golongan, baik golongan besar maupun golongan kecil.
  2. Setiap warga negara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan. Dalam negara nasional yang bersatu urusan agama akan diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan.
  3. Mengenai kerakyatan beliau mengusulkan agar dalam pemerintahan Negara Indonesia harus dibentuk sistim Badan Permusyawaratan. Oleh karena itu kepada negara harus berhubungan erat dengan Badan Permusyawaratan agar mengetahui dan merasakan keadilan dan cita-cita rakyat.
  4. Dalam lapangan ekonomi, Prof. Dr. Soepomo mengusulkan agar sistim perekonomian negara nasional yang bersatu itu diatur berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini merupakan sifat dari masyarakat timur, termasuk masyarakat Indonesia.
  5. Mengenai hubungan antar bangsa mengusulkan supaya Negara Indonesia bersifat Negara Asia Timur Raya yang merupakan anggota dari pada kekeluargaan Asia Timur Raya.
Apabila kita analisis pokok-pokok pikiran Prof. Dr. Soepomo di atas, maka dapat kita peroleh adanya lima hal untuk dasar Negara Indonesia merdeka. Meskipun tidak dituliskan secara terperinci. Prof. Dr. Soepomo menyarankan Negara Indonesia memilih teori Negara Integralistik yang dinilai lebih sesuai dengan semangat kekeluargaan. Kelima pokok pikiran tersebut sebagai berikut:
1)      Paham Negara Persatuan
2)      Warga Negara hendaknya tunduk kepada Tuhan supaya ingat kepada Tuhan
3)      Sistem Badan Permusyawaratan
4)      Ekonomi Negara bersifat Kekeluargaan
5)      Hubungan antar bangsa bersifat Asia Timur Raya


Rumusan III : Ir. Soekarno
            Pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya dihadapan sidang BPUPKI. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti 5 dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muh Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno diatas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Usul mengenai nama Pancasila bagi dasar negara Republik Indonesia secara bulat disepakati dan diterima sidang BPUPKI serta ditetapkan bahwa tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

            Rumusan Pancasila
1.      Kebangsaan Indonesia
2.      Internasionalisme, atau Peri Kemanusiaan
3.      Mufakat, atau Demokrasi
4.      Kesejahteraan Sosial
5.      Ketuhanan yang Berkebudayaan

            Rumusan Trisila
1.      Socio-nationalisme
2.      Socio-demokratie
3.      ke-Tuhanan

            Rumusan Ekasila
  1. Gotong Royong



Rumusan IV: Piagam Jakarta
            Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama tanggal  2 Juni – 9 Juli 1945, 8 orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan “Panitia Sembilan”) yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan negara dan agama.
            Yang anggota-anggotanya terdiri dari :
1)      Drs. Mohammad Hatta,
2)      Mr. Muhammad Yamin,
3)      Mr. A. Subardjo,
4)      Mr. A.A. Maramis,
5)      Ir. Soekarno,
6)      Kiai Abdul Kahar Moezakkir,
7)      K.H.A. Wachid Hasjim,
8)      Abikusno Tjokrosujoso, dan
9)      H. Agus Salim.
            Dalam menentukan hubungan negara dan agama, anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr.Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat diakhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para “Pendiri Bangsa”.

            Rumusan Kalimat
            “… dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

            Alternatif Pembacaan
            Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan  untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf  keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
            “… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan
o   [A] dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar,
o   [A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
o   [A.2] Persatuan Indonesia, dan
o   [A.3] Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;] serta
o   [B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2.      Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia,
4.      Dan kerakyatan ynag dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5.      Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
                                                                                                        
Rumusan populer
            Versi popular rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah:
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan ynag dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPUPKI
            Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (Piagam Jakarta) di bahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945.
            Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu: Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun).
            Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar Negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
            Rumusan:
1.   Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2.                              Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia,
4.      Dan kerakyatan ynag dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5.      Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

PPKI
            Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulakn situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Soekarno menyatakan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Soekarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam.
            Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuahan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
            Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
            Rumusan
1.      ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konstitusi RIS
          Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesia semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerinatah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta , namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian  dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddinah (pembukaan) paragraf ketiga. Konsitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
            Rumusan
1.      ke-Tuhan Yang Maha Esa,
2.      perikemanusiaan,
3.      kebangsaan,
4.      kerakyatan
5.      dan keadilan social

UUD Sementara
            Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT (Negara Indonesia Timur), dan NST (Negara Sumatra Timur). Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republuk Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaaan) UUD Sementara Tahun 1950.
            Rumusan
1.      ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.      perikemanusia,
3.      kebangsaan,
4.      kerakyatan,
5.      dan keadilan sosial.



UUD 1945
            Kegagalan konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Semntara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Soekarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemerlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
            Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketepannya, diantaranya:
1.      TAP MPR no XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negar, dan
2.      TAP MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

            Rumusan
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia,
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara, hingga sekarang bahkan hingga akhir perjalanan Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil pemilu. Jika merubah dasar negara Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil proklamasi (Tap MPRS No. XX/MPRS/1966).

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA
            Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Dalam pengertian sehari-hari idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
            Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (dasar filsafat negara) dan ideologi negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Konsep-konsep Pancasila tentang kehidupan bernegara yang disebut cita hukum (staatsidee), merupakan cita hukum yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah negara yang mendasar (fundamental norma). Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum. Mengubah Pancasila berarti membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
            Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental berarti bahwa hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi), dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia harus bersumber dan berada dibawah pokok kaidah negara yang fundamental tersebut.
            Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dasar negara Pancasila perlu difahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat dengan tepat mengimplementasikannya. Namun sebaiknya perlu diyakini terlebih dahulu bahwa Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku, agama, ras dan antar golongan yang ada.
Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan alasan sebagai berikut.
1)      Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan. Pada Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Kemudian pada Sila Persatuan Indonesia, mampu mengikat keanekaragaman dalam satu kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masing-masing sepert apa adanya.
2)      Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik, dengan menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan yang disesuaikan dengan kemampuan dan hasil usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
3)      Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri atas ribuan pulau sesuai dengan Sila Persatuan Indonesia.
4)      Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak-hak asasi manusia sesuai dengan budaya bangsa. Hal ini, selaras dengan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)      Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai acuan dalam mencapai tujuan tersebut.