7 Jan 2010

Khadijah binti Khuwalid

Siapakah yg menyangka saat itu, keharuman pribadi’a kelak akan merebak di sepanjang sejarah Islam di setiap dada kaum muslimin? Siapakah yg menyangka, bahwa wanita yg mulia ini akan mendptkan sebuah keutamaan yg besar yg telah ditetapkan Allah baginya? Siapakah yg menyangka, wanita cantik jelita ini akan mendampingi manusia yg paling mulia dlm rentang awal perjalanan dakwahnya? Siapakah yang menyangka saat itu? Muslimin manakah yang tak pernah mendengar sebutan nama’a? Khadijah binti Khuwalid bin Asad bin ‘abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah r.a yg tercatat sebagai istri Rasulullah SAW sekaligus wanita pertama yg membenarkan pengangkatan Muhammad SAW sbgi nabi & beriman kpa Allah & Rasul-Nya SAW. Sebelum dia dikenal sbgi wanita yg menjaga kehormatan diri’a sehingga melekatlah sebutan ath-thaahirah pada diri’a. Dia seorg janda dri suami’a yg terdahulu, Abu Halah bin Zararah bin an-Nabbasy bin ‘Ady at-Tamimi, kemudian menikah dgn ‘Atiq bin ‘A‘idz bin ‘Abdillah bin ‘umar bin Makhzum. Saat dia kembali menjanda, seluruh pemuka Quraisy mengangankan agar dpt menyunting’a.
Sebagaimana umum’a Quraisy yg hidup sbgi pedagang, Khadijah r.a adl wanita pedagang yg mulia & banyak harta. Tiada yg mengira, ternyata pekerjaan’a itu akan mengantarkan pertemuan’a dgn manusia yg paling mulia, Rasulullah SAW. Ia memberikan tawaran kpd seorang pemuda bernama Muhammad SAW utk membawa harta’a ke negri Syam, disertai budak’a yg bernama Maisarah. Perdagangan yg dibawa oleh Muhammad SAW itu memberikan keuntungan yg berlipat. Tak hanya itu, Maisarah pun membawa buah tutur yg mengesankan tentang diri Muhammad SAW. Penuturan Maisarah membekas dlm hati Khadijah r.a. Dia pun terkesan pd kejujuran, amanah, & kebaikan akhlak Rasulullah SAW. Tersimpan keinginan yg kuat dlm diri’a utk memperoleh kebaikan itu, hingga diutuslah ssorg utk menjumpai beliau & menyampaikan hasrat’a. Dia tawarkan diri’a utk dipersunting Muhammad SAW, sorg pemuda yg saat itu berusia 25 tahun. Gayung pun bersambut. Namun, ayah Khadijah enggan untuk menikahkan’a. Khadijah, wanita yg cerdas itu tak tinggal diam. Ia tak ingin terluput dri kebaikan yg telah bergayut dalam angan’a. Dibuat’a makanan & minuman, diundang’a ayah beserta teman2’a dri kalangan Quraisy. Mereka pun makan & minum hingga mabuk. Saat itulah Khadijah mengemukakan kepada ayah’a “Sesungguh’a Muhammad bin Abdullah telah mengkhitbahku, maka nikahkanlah aku dengan’a.” Dinikahkanlah Khadijah dgn Muhammad SAW, & segera Khadijah memakaikan wewangian & perhiasan pd diri ayah’a, sebagaimana kebiasaan mereka pd saat itu.
Tatkala sadar dri mabuk’a, ayah Khadijah mendapati diri’a mengenakan wewangian & perhiasaan. Ia bertanya keheranan, “Mengapa aku? Apa ini?” Khadijah berkata kpd ayah’a, “Engakau telah menikahkanku dengan Muhammad bin Abdullah.” Ayah’a pun berang, “Apakah aku akan menikahkanmu dgn anak yatim Abu Thalib? Tdk, demi umurku!” Khadijah menjawab, “Apakah engkau tdk malu, engkau ingin menampakkan kebodohanmu di hadapan orang2 Quraisy dgn menyatakan kpd mereka bhwa engkau saat itu menikahkanku dlm keadaan mabuk?” Tak henti2 Khadijah berucap demikian hingga ayah’a ridha.
Allah SWT telah menentukan Khadijah r.a mendampingi seorang nabi. Awal mula wahyu turun kepada Rasulullah SAW berupa mimpi yg baik yg datang dgn jelas seperti mucul’a cahaya subuh. Kemudian Allah jikan beliau SAW gemar menyendiri di gua Hira’. Ber-tahannuts beberapa malam di sana. Lalu biasa’a beliau kmbli sejenak kpd keluarga’a utk menyiapkan bekal. Demikian yg terus berlangsung, hingga datanglah al-haq, dibawa oleh malaikat. Peristiwa ini sangat mengguncang hati Rasulullah SAW. Bergegas2 beliau kmbli menemui Khadijah r.a dlm keadaan takut & berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” Diselimutilah Rasulullah SAW hingga beliau merasa tenang & hilang rasa takut’a. Kemudian mulailah beliau mengisahkan apa yg terjadi pada diri’a. Beliau mengatakan kpda Khadijah, “Aku khawatir terjadi sesuatu pd diriku.” Mengalirlah tutur kata penuh kebaikan dri lisan Khadijah r.a, membiaskan ketenangan dlm dada suami’a, “Tdk, demi Allah. Allah tdk akan merendahkanmu selama-lama’a. Sesungguhnya engkau adl seorg yg suka menyambung kekerabatan, menanggung beban org yg kesusahan, memberi harta pd org yg tdk memiliki, menjamu tamu & membantu org yg membela kebanaran.”
Lalu Khadijah r.a membawa suami’a menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘uzza, anak paman Khadijah r.a, seorg yg beragama Nasrani pd masa itu & telah menulis Al-Kitab dlm bahasa Ibrani. Dia adl seorg laki2 yg lanjut usia serta telah buta. Khadijah r.a berkata pd’a “Wahai anak pamanku, dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini.”  Waraqah pun bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yg engkau lihat?” Rasulullah SAW menuturkan pd Waraqah apa yg beliau lihat. Setelah itu, Waraqah mengatakan, “Itu adl Namus yg Allah tuturkan kpd Musa. Aduhai kira’a aku masih muda pd saat itu! Aduhai kira’a aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu!” Mendengar itu, Rasulullah SAW bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tdk ada seorg pun yg membawa seperti yg engkau bawa kecuali pasti dimusuhi. Kalau aku menemui masa itu, sungguh2 aku akn menolongmu.” Namun tak lama kemudian, Waraqah meninggal. Inilah kiprah pertama Khadijah binti Khuwalid r.a semenjak masa nubuwah. Dia pulalah org pertama yg shalat bersama Rasulullah SAW & Ali bin Abi Thalib r.a. Terus mengalir dukungan & pertolongan Khadijah r.a kpd Rasulullah SAW dlm menghadapi kaum’a. Setiap kali beliau mendengar sesuatu yg tdk beliau sukai dri kaum’a, beliau menjumpai Khadijah r.a. Lalu Khadijah pun menguatkan hati beliau, meringankan beban yg beliau rasakan dri manusia.
Tak hanya itu kebaikan Khadijah r.a, ketika Rasulullah SAW menampakkan rasa senang’a pd Zaid bin Haritsah, budak yg berada di bwh kepemilikan’a, Khadijah pun menghibahkan budah itu kpd suami’a. Inilah yg mengantarkan Zaid memperoleh kemuliaan menjdi salah satu org yg terdahulu beriman. Dialah Khadijah binti Khuwalid r.a. Kemuliaan itu telah diraih’a semenjak ia masih di muka bumi. Tatkala Jibril a.s datang kpd Rasulullah SAW & mengatakan, “Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Dia akan datang membawa bejana berisi makanan atau minuman. Bila ia datang padamu, sampaikanlah salam pada’a dari Rabbnya & dariku, & sampaikan pula kabar gembira tentang rumah di dalam surga dri mutiara yg berlubang, yg tak ada keributan di dalam’a, & tidak pula keletihan.”
Khadijah r.a kembali kpd Rabbnya ‘Azza wa Jalla, tak lama berselang setelah meninggal”a Abu Thalib, paman Rasulullah SAW. Tahun itu menjdi tahun berduka bagi Rasulullah SAW. Kaum musyrikin pun semakin berani mengganggu beliau sampai akhir’a Allah perintahkan beliau utk meninggalkan Makkah menuju negeri hijrah, Madinah, 3 tahun setelah itu. Khadijah binti Khuwalid r.a Kemulian’a, kebaika’a, & kesetiaan’a senantiasa dikenang oleh Rasulullah SAW hingga merebaklah kecemburuan ‘Aisyah r.a, “Bukankah dia itu hanya seorg wanita tua yg Allah telah mengganti bagimu dgn yg lebih baik dari’a?” Perkataan itu membuat Rasulullah SAW marah, “Tdk, demi Allah. Tdklah Allah mengganti dgn ssorg yang lebih baik dari’a. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberikan harta’a padaku saat manusia menahan harta’a dariku, & Allah memberikan aku anak dari’a yg tdk diberikan dari selain’a.”
Khadijah binti Khuwalid r.a. Kemuliaan itu telah dijanjikan melalui lisan mulia Rasulullah SAW, “Wanita ahli surga yg paling utama adalah Khadijah binti Khuwalid, Fatimah binti Muhammad SAW, Maryam binti ‘Imran, & Aisyah binti Muzahim istri Fir’aun.” Semoga Allah meridhai’a.

5 Jan 2010

Fatimah Az-Zahra, pribadi agung putri Rasulullah SAW

               Fatimah Az-Zahra adalah putri keempat Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan putri bungsu dari suatu keluarga di mana tak seorang anak lelaki pun yang masih hidup.
            Fatimah Az-Zahra lahir pada tahun ke-5 kenabian. Kehadiran Fatimah laksana bunga yang mekar dengan begitu indahnya. Semerbak harumnya membuat jiwa-jiwa yang lunglai menjadi tercerahkan kembali. Kelahirannya mengakhiri seluruh pandangan dan keyakinan yang batil tentang perempuan. Karena ia anak perempuan yang dilahirkan dalam suatu masyarakat di mana ayah maupun keluarga memberikan nilai khususnya hanya kepada laki-laki.
            Saat Fatimah terlahir, Rasulullah pun menengadahkan kedua tangannya ke langit dan melantunkan doa syukur yang begitu indah. Dengan penuh suka cita, ia peluk si kecil Fatimah. Ia cium keningnya dan menatap wajahnya yang memancarkan cahaya kedamaian.
            Sorotan mata Fatimah, membuat kalbu Rasulullah menjadi amat bahagia. Dengan lahirnya perempuan suci itu, Allah SWT sepertinya membukakan khazanah harta karun alam semesta kepada sang Nabi SAW. Sungguh benar apa yang dikatakan Al-Qur’an, bahwa Fatimah adalah Al-Kautsar. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar, nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”
            Surat pendek ini merupakan pesan ilahi yang membuat Rasulullah menjadi begitu gembira dan ia benar-benar meyakini janji ilahi. Fatimah terlahir ke dunia untuk menjadi pemimpin kaum perempuan dan dari keturunannya akan lahir para manuisa-manusia agung penegak agama ilahi dan keadilan.
Rasulullah bersabda, “Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali ia beribadah di mihrab dihadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi.”
Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Fatimah Az-Zahra bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihoemati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Fatimah as mengungkapkan sebuah haikat bahwa masalah gender bukanlah factor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.
Allah SWT memberikan akal, kekuatan untuk memilih jalan hidup yang benar dan kemampuan untuk memahami hakikat alam semesta, kepada lelaki dan perempuan tanpa perbedaan. Kepribadiaan Fatimah yang begtitu mulia, baik secara personal, maupun di lingkungan keluarga dan sosialnya, menjadikan dirinya sebagai manifrestasi nyata nilai-nilai Islam. Ia adalah contoh manusia teladan, seorang istri dan ibu yang penuh pengorbanan. Ia adalah contoh manusia sempurna yang seluruh wujudnya penuh dengan cinta, iman, dan makfirah.
Fatimah dilahirkan di tengah masyarakat yang tidak mengenal nilai-nilai luhur ilahi, penuh dengan kebodohan dan khurafat. Tradisi batil semacam membangga-banggakan diri, mengubur hidup-hidup anak perempuan, pertumpahan darah dan peperangan menjadi budaya yang telah berakar pinak dalam masyarakat Arab jahiliyah saat itu. Karena Rasulullah SAW pun akhirnya bangkit menyuarakan pesan-pesan suci Islam, menentang tradisi jahiliyah dan diskriminasi gender. Di tengah masyarakat terbelakang semacam itulah, kehadiran Fatimah, putri Rasulullah menjadi tolak ukur perempuan muslim.
Rasulullah SAW, begitu menghormati Fatimah. Sebegitu mulianya akhlak Fatimah itu, sampai-sampai Rasulullah SAW senantiasa memuji dan menjadikannya sebagai putri yang paling ia sayangi dan cintai. Rasulullah bersabda: “Fatimah as adalah belahan jiwaku. Dia adalah malaikat berwajah manusia. Setiap kali aku merindukan aroma surga, aku pun mencium purtiku, Fatimah.” Suatu ketika, Rasulullah SAW kepada purunya itu berkata, “Wahai Zahra, Allah SWT telah memilihmu, menghiasimu dengan pengetahuan yang sempurna dan mengistimewakanmu dari kaum perempuan dunia lainnya.”
Dengan cara itu, Rasulullah sejatinya tengah memerangi pandangan jahiliyah yang melecehkan kaum perempuan. Beliau sangat menentang tindakan yang menghina kaum perempuan. Beliau tak segan-segan mencium tangan putrinya, padahal di masa itu, memiliki anak perempuan merupakan hal yang hina bagi seorang bapak.
Masa kanak-kanak Fatimah berlangsung di masa-masa dakwah Islam yang paling sulit. Puncak kesulitan itu terjadi di masa tiga tahun pemboikotan keluarga Bani Hasyim di Syi’b Abu Thalib yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. Tragisnya lagi di masa yang demikian sulit itu, Fatimah mesti kehilangan ibunda tercintanya, Khadijjah r.a. Kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Fatimah untuk merawat ayahandanya, Rasulullah SAW kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan cobaan dan tantangan itu, Fatimah meyaksikan secara langsung pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan ayahandanya demi tegaknya agama ilahi.
Begitu juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Iman Ali a.s saat berada di Madinah. Di masa itu, Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang sangat kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali bin Abi Thalib dalam menegakkan ajaran Islam.