7 Apr 2011

PRANATA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

                     UU RI NO. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak hanya mengatur mengenai arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, melainkan juga alternatif penyelesaian sengketa lainnya yaitu dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
                Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian sengketa di luar pengadilan, atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. UU ni juga mengatur suatu proses pelaksanaan perjanjian dalam bentuk pemberian pendapat oleh ahli-ahli atas penafsiran terhadap satu atau lebih ketentuan yang belum atau tidak jelas, yang bertujuan untuk mencegah timbulnya sengketa di antara para pihak dalam perjanjian.

1.       Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultan”, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam menyelesaikan sengketa yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil oleh para pihak.

2.       Negoisasi dan Perdamaian
Menurut pasal 1851 sampai dengan 1864 KUHPerdata perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
Negoisasi menurut rumusan pasal 6 (2) UU No. 30 Tahun 1999 tersebut:
1.       Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan
2.       Penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk “pertemuan langsung” oleh dan antara para pihak yang bersangkutan.
Negoisasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan, maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan.

3.       Mediasi
Mediasi merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak. Dalam pasal 6 (3) dikatakan bahwa “atas kesepakatan tertulis para pihak” sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan “seseorang atau lebih penasehat ahli” maupun melalui “seorang mediator”.
Mediasi melibatkan keberadaan pihak ketiga (baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihak, yang akan berfungsi sebagai “mediator”.
UU No. 30 Tahun 1999 membedakan mediator ke dalam:
1.       Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak (pasal 6 ayat (3)); dan
2.       Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak (pasal 6 ayat (4)).

4.       Konsiliasi dan Perdamaian
Pada prinsipnya konsiliasi tidak berbeda jauh dengan perdamaian, sebagaimana di atur dalam pasal 1851 sampai dengan pasal 1846 yang berarti segala sesuatu yang dimaksudkan untuk diselesaikan melalui konsiliasi secara tidak langsung juga tunduk pada ketentuan KUHPerdata. Dan ini berarti hasil kesepakatan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi ini pun harus dibuat secara tertulis dan ditanda tangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa.
Konsiliasi dalam UU No. 30 Tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan.

5.       Pendapat Hukum Oleh Lembaga Arbitrase
Pasal 52 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.
Menurut pasal 52, pendapat hukum yang diberikan oleh lembaga arbitrase tersebut dikatakan bersifat mengikat oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok. Setiap pelanggaran terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian.

2 komentar: