30 Nov 2011

Pengaturan surat wesel yang hilang


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi dunia demikian pesat ternyata menyangkut juga dalam sektor perdagangan. Hal ini terbuktinya diantaranya dalam hal orang menghendaki segala sesuatu yang menyangkut urusan perdagangan yang bersifat praktis dan aman serta dapat dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayarannya.
Dalam hal ini orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan mau pun sebagai alat pembayaran kredit.
Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang. (UU No. 7/1992 tentang Perbankan).
Fungsi surat berharga :
a.       Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang).
b.      Sebagai alat untuk memindahkan hal tagih (diperjual belikan dengan mudah dan sederhana).
c.       Sebagai surat bukti hak tagih.

Jenis-jenis surat berharga:
Ketentuan-ketentuan megenai surat berharga diatur dalam Buku I titel 6 dan titel 7 KUHD yang berisi tentang :
a.       Wesel
b.      Surat sanggup
c.       Cek
d.      Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk
e.       Dan lain-lain
1.2  TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Surat Berharga pada fakultas hukum di Universitas Syiah Kuala dan ingin lebih mengetahui serta mengkaji pengaturan surat wesel yang hilang beserta kaitannya dengan hak regres.

1.3  RUMUSAN MASALAH
1.      Terdapat dimanakah aturan mengenai surat wesel yang hilang?
2.      Apa itu hak regres dalam surat wesel?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1   DEFINISI WESEL
Menurut para ahli, pengertian wesel antara lain
a.       K. ST. Pamoentjak dan Achmad Ichsan
Wesel adalah surat perintah dari seseorang yang minta dibayarkan kepada seseorang lain sejumlah yang tersebut dalam surat perintah itu.
b.      Abdulkadir Muhammad
c.       Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam perundang-undangan, tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel. Tetapi dalam pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel. “Wesel ialah sejenis surat berharga dan termasuk surat tagihan utang serta merupakan surat perintah tertulis yang tidak bersyarat dari penandatangan kepada seseorang/bank (tertarik) untuk membayar tanpa syarat, suatu jumlah uang tertentu kepada suatu orang atau yang ditunjuk olehnya atau kepada si pembawa”. Dasar hukum wesel diatur dalam pasal 100 sampai dengan pasal 173 KUHD.
Syarat-syarat formil bagi suatu wessel diatur dalam pasal 100 KUHD bahwa suatu surat wessel harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a.       Kata "wesel", disebut dalam teksnya sendiri dan di istilahkan dalam bahasa surat itu.
b.      Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
c.       Nama si pembayar (tersangkut/tertarik)
d.      Penetapan hari bayar.
e.       Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
f.       Nama Orang/pihak kepada siapa atau pihak lain yang ditunjuk olehnya pembayaran harus dilakukan.
g.      Tanggal dan tempat ditariknya surat wesel.
h.      Tanda tangan pihak yang mengeluarkan (penarik).
Kedelapan syarat tersebut diatas harus selalu tercantum dalam surat wesel. Tidak dipenuhinya salah satu syarat tersebut maka surat itu tidak berlaku sebagai surat wesel kecuali dalam hal-hal berikut:
         Kalau tidak ditetapkan hari bayarnya maka wesel itu dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya (wesel tunjuk).
         Kalau tidak ditetapkan tempat pembayaran tempat yang ditulis disamping namavtertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dari tempat dimana tertarik berdomisili.
         Kalau tidak disebutkan tempat wesel itu ditarik, maka tempat yang disebut disamping nama penarik dianggap tempat ditariknya wesel itu.
Bagi surat wesel yang penyimpangannya tidak seperti tersebut diatas, maka surat wesel itu bukan wesel yang sah, dan pertanggungan jawabnya dibebankan kepada orang yang menandangani surat wesel itu.

2.2  PEMBAYARAN SURAT WESEL
Yang dimaksud pembayaran disini adalah penyerahan sejumlah uang yang disebutkan dalam surat wesel oleh tersangkut/akseptan kepada pemegang surat wesel sebagai pemenuhan prestasi. Pembayaran adalah tujuan akhir dari surat wesel. Pemegang baru akan mendapatkan pembayaran dalam arti uang apabila ia datang kepada tersangkut/akseptan pada waktu (hari bayar) yang ditentukan dalam surat wesel dengan cara menyerahkannya pada tersangkut/akseptan.
Kendatipun demikian, pemegang wesel dapat memperoleh uang sebelum hari bayar dengan cara menjual wesel tersebut kepada orang lain dengan cara endosemen.
 Pemegang surat wesel tidak boleh dipaksa menerima pembayaran sebelum hari bayar (pasal 139 ayat 1 KUHD). Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari pasal 1270 KUHPerdata. Menurut ketentuan 1270 KUHPerdata, akseptan bebas atau leluasa untuk membayar sebelum hari bayar, tetapi ia harus memperjanjikannya dengan pemegang secara khusus.
 Dalam KUHD, akseptan boleh melakukan pembayaran sebelum hari bayar tetapi ia berbuat atas resiko dan tanggung jawab sendiri. Ini berarti, jika dana belum tersedia pada akseptan, maka ia membayar dengan dananya sendiri. Akibatnya, ia dianggap bebas dari kewajiban pembayaran jika yang menerima pembayaran adalah pemegang yang sah, tetapi jik tidak, maka ia harus melakukan pembayaran kedua kali.

2.3  SURAT WESEL YANG HILANG
Kehilangan surat wesel artinya lenyapnya surat wesel dari penguasaan pemegangnya diluar kemauannya. Bagi orang yang kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan pembayaran atas haknya. Ia masih mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHD.
Menurut ketentuan KUHD, yaitu pasal 167a dan 167b KUHD.
Pasal 167a menyatakan bahwa “barangsiapa kehilangan suatu surat wesel yang mana ia dulu adalah pemegangnya, ia pun hanya bisa tagih pembayarannya dari tertarik, dengan memberikan jaminan untuk waktu selama tiga puluh tahun.”
Pasal 167b menyatakan bahwa “barangsiapa kehilangan suatu surat wesel yang mana ia dulu adalah pemegangnya dan yang telah harus dibayar pula dan seberapa perlu telah diproses juga, ia pun hanya bisa melaksanakan hak-haknya kepada akseptan dan kepada penarik, dengan memberikan jaminan untuk waktu selama tiga puluh tahun.”
Pemegang yang kehilangan surat wesel hanya dapat memperoleh pembayaran dari tersangkut atau akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun. Kehilangan tersebut harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak. Adanya jaminan itu tidak lain untuk melindungi tersangkut atau akseptan dari kemungkinan membayar dua kali atas surat wesel yang hilang.

2.4  HAK REGRES
Hak regres adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang surat wesel baik karena terjadi non akseptasi maupun karena terjadi non pembayaran. Yang dimaksud dengan hak regres adalah hak untuk menagih kepada debitur wesel yang berwajib regres berhubung karena tersangkut (tertarik) tidak mau meng-akseptasi ketika ditawarkan akseptasi, atau karena tersangkut (tertarik) tidak membayar ketika dimintakan pembayaran pada hari bayar. Karena itu pemegang memintakan debitur yang berwajib regres supaya membayar sendiri surat wesel itu kepada pemegang.
Syarat utama untuk melakukan regres ialah bahwa si pemegang wesel, harus mengadakan protes penolakan membayar atau dalam hal wesel yang tidak disetujui, harus mengadakan protes penolakan akseptasi.
Protes ini harus dilakukan pada waktunya dalam arti tidak boleh terlambat. Bagi wesel hal ini ditentukan dalam pasal 152 KUHD yang tenggang ini menunjuk pada pasal 133, pasal 143 dan pasal 145 KUHD yang mengenai tenggang-tenggang untuk minta akseptasi atau untuk minta pembayaran.
BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Bagi pemegang surat wesel dan kemudian ia kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan pembayaran atas haknya. Ia masih mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHD, yaitu pasal 167a dan 167b KUHD yang mana menjelaskan pemegang yang kehilangan surat wesel itu hanya dapat memperoleh pembayaran dari tersangkut atau akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun serta kehilangan tersebut harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak. 
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. 1979. Hukum Dagang Surat-surat Berharga. Yogyakarta: Sasana Triguna.
Subekti, R. 2003. Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Cn, Adhie. 2011. Surat-surat Berharga. http://adhiecn.blogspot.com/2011/02/surat-surat-berharga.html. Diakses tanggal 28 November 2011.
Mulhadi. 2010. Surat Perintah Membayar. http://mulhadimentawai.blogspot.com/2010/03/surat-perintah-membayar-oleh-mulhadish.html?zx=43a4fc9e008e9d90. Diakses tanggal 28 November 2011.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=surat%20berharga&source=web&cd=3&sqi=2&ved=0CEEQFjAC&url=http%3A%2F%2Fkholil.staff.uns.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F03%2Fsurat-surat-berharga-ppt.ppt&ei=fIDTTtDJu3nmAW4hMGPDQ&usg=AFQjCNHz1ceVOa8tMBONkApOobz5wLlIhg. Diakses tanggal 28 November 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar